Senin, 22 Agustus 2011

Erangan Suara Hati Pak Kumis

“Alhamduillah”ujar pak kumis di halayak ramai. Matanya berkaca-kaca, wajahnya berbinar-binar, mendapati tes masuk buah hatinya di SMA NEGERI diterima. Perasaan puas tak terkira, tak henti-hentinya dia bersyukur, sesungging senyum menggerakkan kumis seraya menelungkupkan kedua tangannya ke wajahnya.
“masya Allah..”desisinya seraya melotot. Sebuah kertas berhasil merampas kebahagiaannya seketika. senyuman manisnya menguap secepat kilat, Matanya yang tadi masih nyalang tiba-tiba redup dengan muka pias, dan peluhnya membuncah di dahinya melihat kertas daftar ulang di tangannya. Berkali-kali ia membacanya, barangkali ada kesalahan dengan penglihatannya yang nyata-nyata normal 100%. Makin banyak ia membaca kian jelas dia tidak salah baca. Yakni apa yang dibaca benar adanya.
Dengan terbata-bata kedua bibirnya mengeja nominal daftar ulang, yang tertera di kertas yang terus bergerak oleh getaran tangannya. Terbilang  Rp1.600.000, angka nominal yang membuat mata bapak dari desa ini tercengang tak percaya. Bibirnya bergetar bersamaan gelengan kepalanya. Dengan lirih ia bergumam
“kok semahal ini, padahal tahun lalu masih Rp 300.000”keluhnya
Dengan penuh antusias ia membaca rincian biaya itu. Seragam, Mos, raport, dan lain-lain, semuanya normal, masuk akal. Tapi giliran infak gedung sebesar Rp.600.000 . tiba-tiba kerongkongannya seperti menelan biji salak, matanya melotot tajam.
“infak macam apa ini, kok mahal banget?” desisnya
Ia berusaha menenangkan diri, mencari informasi deadline pembayaran DU. Tidak butuh waktu lama bola matanya menangkap hari dan tanggalnya. Sabtu 9 juli 2011, berarti hanya tinggal 3 hari dari sekarang. Pikirannya kalut, bagi orang desa yang penghasilannya tak menentu bagai pedang samurai yang siap menebas lehernya. Serasa gunung tengah menunggangi punggungnya, tak bisa bernafas, biaya pendidikan merubah  suasana hatinya terasa mencekam
“orang macam apa kepala sekolahnya ini, paling dia tak pernah mendapatkan pendidikan agama, pendidikan kok dibuat ajang bisnis?” keluh orang  yang senasib di sekitarnya
“kata siapa tak pernah mengerti agama, dia malah seorang ustad di daerahnya” celetuk seorang wanita
“masa?”pria berkumis ini meimpali kaget
“iya, malah di sini kalau ada nilai NEM siswa baru yang tidak sampai ke nilai minimal, dia harus menyogok 3 juta, bayangkan 3 juta mas kalau masih ingin tetap sekolah di sini. Ini sudah bukan rahasia lagi, semua orang sudah pada tahu”terang wanita tadi mengebu-gebu
“Di pegang ustad kok malah tambah kisruh gini pendidikan di sini” celetuk yang lain.
Pria berkumis ini diam, seraya melangkahkan kaki, menjauhi mereka. Miris perasaanya mendengar kenyataan ini. Ia pulang dengan lamunan yang panjang, hingga tak sadar ia telah sampai di rumah. Ia ceritakan semuanya ke istrinya.
“aduh pak, kok bisa sekejam ini pendidikan jaman sekarang?”
“tak usah memperkeruh keadaan bu, sekarang bantu bapak , cari hutangan. Bapak hanya siap 300 ribu. Kita sudah menjanjikan ke anak kita disekolahkan di sana, jangan sampai kita pupuskan niatnya yang mengebu-gebu”pak kumis menenangkan suasana
“bagaimana kalau kita meminjam ke Ali pak, dia kan yang memegang uang madarasah, barangkali belum dibutuhkan?”saran istrinya
“iya, nanti aku hubungi, tapi kita harus cari cadangan orang lain, aku hawatir uang madrasah lagi kosong”
“iya pak”
*****
Pagi menjelang Tanpa disangka  Ali, Tholib, Nidar,dan Ahmad berkunjung ke rumah pak kumis bagaikan utusan Allah untuk meringankan bebannya. Mereka semua ustadz di madrasah di desa. Di tengah-tengah mereka pak kumis bercerita yang dialaminnya kemarin. Kontan saja Ali   kaget mendengarnya, sekaligus ikut berempati.
 “oh iya dik Ali, kalau ada uang madrasah yang nganggur, aku berniat meminjamnya dulu, hanya 600 saja, karena deadline pembayaran hari sabtu. Orang seperti saya mau dapat dari mana uang 1 juta setengah dalam waktu 3 hari ” pinta pak kumis.
“maaf, sebentar lagi Haflah  Imtihan, uang madrasah di pakai. pinjam ke tolib saja, dia mungkin punya”timpalnya seraya menoleh ke arah Tholib.
Hati pak kumis mencair bak es seketika, saat mendapati tholib mengangguk setuju. Sebagai balas budi pak kumis menceritakan kalau ada orang yang menawarkan bisnis pulsa, casing, batrei. Harganya lebih murah dari conter biasanya. Barangkali Tholib mau, yang kebetulan dia punya toko.
“Batrei yang biasanya dijual 40ribu, dia menjual 25 ribu, kan lumayan seandainya dijual dibawah harga conter masih dapet untung. Harga pulsa pun lebih murah dari yang lain. Kalau berminat saya hubungi orangnya”terang pak kumis. Tholib mengangguk
“ o iya, bisnis ini tanpa modal. Kita hanya bermodal menjual, menyetor, seandainya tidak laku kita kembalikan. Jadi Kita tidak akan rugi” lanjut pak kumis lebih semangat
akhirnya suasana makin hangat atas kesepakatan mereka pagi ini

“itu kan Ali pak, bilang saja langsung yang mau pinjam uang” teriak istri pak kumis yang baru datang di ujung pembicaraan.
“sudah bu, sudah dapat pinajamannya dari Tholib, kurangnya kita pinjam sama yang lain saja”
“iya pak, saya sudah dapat pinjaman kurangnya”

dunia menjadi saksi perbincangan mereka. Pengorbanan pak kumis sama istrinya demi anaknya sangat tulus. Semoga kelak anaknya bisa berbakti sama orang tuannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar