Sabtu, 13 Agustus 2011

Jodoh dalam Bingkai Al-Quran


Burung-burung menyanyikan siulannya, bersahut sahutan satu dengan yang lain. Lembayung senja kekuning-kuningan diufuk timur. Sebentar lagi matahari menampakkan paras indahnya dipetontonkan ke alam semesta. Arif telah menyiapkan becaknya untuk mengais riski pagi ini. Dia Jauh-jauh dari jawa tengah ke Surabaya hanya demi menyambung hidupnya. Setiap akan akan berangkat bekerja,dia selalu mengedarkan pandangan pada para santri tahfidzul quran yang setiap hari merupakan jalan utamanya karena tempat kosnya bersebelahan dengan pondok ini. Diam-diam dia ingin menghafalkan al-Qur’an, keinginan itu makin hari kian menguasai beranda hatinya, pada akhirnya diapun mengutarakan keinginannya sama pengasuh pon-pes tahfizdul Qur'an
“iya tidak apa-apa, kamu saya terima di pesantren in. Siang hari kamu boleh mencari nafkah, sore harinya  menghafalkan alquran di sini, dan pagi hari menyetorkan hafalan” jawab sang pengasuh setelah  mendengar penuturan Arif.
Semenjak itulah Arif , selalu mengantongi  mushaf Al-Quran saat bekerja. Sambil menunggu penumpang mulutnya sering nampak komat-kamit, menghafalkan ayat-demi ayat alquran. Setiap pagi dia setorkan hafalannya di hadapan kyai. Menghafalkan Al-Quran bagi Arif bukan suatu hal yang mudah, butuh perjuangan mati-matian untuk memperolehnya. Apalagi kalau siang hari bekerja yang menggunakan otot, sebagai tukang becak. Namun semangatnya jauh lebih besar dari pada batu rintangan yang menghadang. Kemauan yang keras dapat meluluhkan kerasanya batu rintangan ini. Bukan sekali 2 kali dia hampir putus asa, namun  hidayah Allah yang menguatkan tekadnya. Sesuai pesan kyainya, Arif tak pernah batal dari wudhu’. Setiap batal dia ambil wudhu’ lagi, begitu seterusnya

Waktu terus berputar, hari demi hari terlewati.. Minggu berganti bulan, Bulan menjelma menjadi tahun. Namun semua itu tak terasa oleh Arif. warna hari sudah tidak dikenalnya. yang membaluti pikirannya hanyalah bagaimana caranya bisa cepat hafal Al-Quran 30 juz. Hari yang diingatnya hanya jumat saja, karena ada shalat jum’at yang membedakan dengan aktifitas hari-hari yang lain, selain itu  Setor hafalan  libur. ia menyempatkan  hari jumat  bekerja seharian dan menyempatkan ziaroh ke makam Sunan Ampel.
*******
3 tahun telah berlalu, hafalan Arif dengan izin Allah tsempurna 30 juz. Baginya Ini merupakan kebahagian yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. ingin rasanya ia kabarkan berita ini ke ayah ibunya. Tapi mereka telah tiada. Di sisi lain ada suatu hal yang menjadi beban dalam hatinya. Ia  terpaut dengan salah satu familinya sang kiyai. Awalnya dia takut mengungkapkannya sama kyai. gelembung rasa yang menguasai perasaannya berhasil menyemangati tekadnya. di waktu yang tenang dengan tegas ia utarakan perasaan hatinya sang kiyai
“maaf kyai sebelumnya. Alhamdulillah seperti yang kyai ketahui , hafalan Al-Qur’an saya sudah hatam. Saya sekarang kalau boleh jujur, ingin sekali menikahi jamilah, family kyai. Sudah lama saya mencintainya, namun bukan berarti, selama ini saya menghafalkan Al-Quran karena dia. Saya terpaut padanya saat detik-detik hafalannku hampir selesai. Maaf kyai bila lancang, tapi inilah isi hati saya” ucap Arif terbata-bata seraya menundukkan pandangannya. Suasana menjadi hening, jauh dilubuk hati sang kyai. Beliau sangat mengagumi dan menyayangi santri yang satu ini. seraya menunduk Arif menunggu jawaban yang memuaskan
“tidak, saya tidak setuju”jawab singkat kyai.
Sepotan rasa kecewa membaluti hati Arif, raut muka pucat pasi. Dia tidak menyangka kyainya tidak menyetujui karena tidak menerimanya karena dia orang miskin.
Keseokan harinya Arif kembali lagi mengutarakan keinginannya namun lagi-lagi tidak disetujui. Kerap Arif datang kembali berharap disetujui namun hasilnya tetap nihil. Setelah sebulan tiba-tiba arif lenyap entah kemana, becaknya pun juga tidak ada. Tidak satupun santri yang tahu kemana perginya arif. Terang saja kiyainya merasa bersalah. Para santri pun bingung tak ada yang tahu sebelum tetangga pondok pesantren berkata
“saya lihat Arif sebelum subuh menjual becaknya, dia sendiri katanya mau pulang” terang pria tua yang tiada lain teman arif sesama tukang becak  pada salah satu santri. Semangat santri tanpanya menguap dan hilang entah kemana. karena Dialah yang paling semangat dan istiqomah selama ini, meskipun sambil bekerja
******* 
3 bulan telah berlalu, kabar Arif makin lenyap bak ditelan bumi. Hingga suatu sore saat matahari mau pulang ke peraduannya, muncul sosok pemuda bergandengan tangan dengan prempuan muda yang cantik. wajah Pemuda itu tidak asing bagi kaum santri, namun sedikit lebih cerah. Tiada lain pemuda ini Arif tukang becak yang dulu. Sedangkan prempuan cantik di sampingnya istri tercintanya. Kedatangan Arif disambut ria oleh para santri. Kemudian mereka berdua sowan ke kyai
“maaf kyai, 3 bulan yang lalu saya pulang tanpa pamit. Saat itu Saya sangat ingin menikah dengan jamilah,  tapi kyai tidak setuju. Makanya saya pulang untuk menyempurnakan separuh imanku.  Kebetulan ada tetangga yang ingin punya menantu, saat aku melamar Alhamdulillah diterima dengan baik meskipun saya tidak punya apa-apa, karena sejak kecil saya sudah yatim piatu. Tapi keluarga istriku menerima saya dengan alasan karena saya hafal Al-Quran ” terang Arif di ndalem sama kyai
“oh ya tidak apa-apa, sebenarnya sayalah yang minta maaf. Sebenarnya saya menyetujui tapi saya masih eman sama kamu, saya masih ingin kamu masih disini”timpal kyainya dengan nada rendah
“tidak apa-apa kyai, mungkin jodoh saya memang tetangga saya sendiri bukan di sini”Arif berdesis seraya melirik istri tercintanya. Istrinya mencubit sikutnya seraya tersenyum.
oh Arif namamu selalu kami kenang. Semenjak itulah Arif hidup berkeluarga di jawa tengah, namun masih sering silatur rohim ke Surabaya

09-07-2011
By:khoiron Mahmud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar